Tadulako News, Palu - Ketidakjelasan jadwal waktu pemanggilan kembali Presiden Direktur PT. Astra Agro Lestari Indonesia (Presdir PT. AALI), Santoso, memenuhi panggilan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dalam pemeriksaan atas dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditengarai dilakukan PT. Rimbunan Alam Sentosa (PT.RAS), salah satu anak perusahaan PT. AALI, terungkap dari hasil konfirmasi dengan Kepala Seksi Penerangan Hukum, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Laode Abdul Sofian, S.H., M.H., pekan lalu, di Palu.
Meski begitu, menurut Laode, dalam waktu dekat, tim penyidik perkara itu, baru akan menerbitkan kembali surat panggilan kedua dan diharapkan oknum presdir tersebut, bisa memenuhi panggilan itu sebagai wujud kerjasama yang baik dalam membantu proses penegakan hukum,”sebagai warga negara yang patuh atas hukum, maka sebaiknya setiap orang yang dipanggil oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan penegakan hukum, wajib untuk memenuhi panggilan itu,”ujar Laode.
Sejauh ini, lanjutnya, pihak penyidik masih berupaya keras untuk menggali dan mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sebanyak-banyak, guna menguatkan pondasi dakwaan, sehingga dalam proses peradilan nantinya, pihaknya sudah siap untuk membuktikan kebenaran seluruh isi dan substansi dakwaan di pengadilan,”saat ini, penyidik juga sudah memeriksa sejumlah pihak, khususnya dari pihak pegawai di lingkungan pemerintah daerah, terkait dengan terbitnya sejumlah isin kepada perusahaan perkebunan sawit itu,”ungkapnya.
Lambat dan alotnya proses penyidikan yang berimbas belum adanya penetapan tersangka atas perkara itu, mendapat perhatian dari Harun Nyak Itam, S.H., M.H., salah seorang akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Tadulako, ketika dimintai tanggapan, pekan lalu, di Palu, dia pun amat menyayangkan terhadap adanya kesan yang lambat dan alot terhadap proses penyidikan perkara itu.
Atas kondisi yang melingkupi proses penyidikan perkara itersebut, Harun Nyak Itam yang merupakan dosen pengampu matakuliah Hukum Acara dan Praktik Peradilan Pidana, dan mata kuliah Sistem Peradilan Pidana pada universitas itu, mendesak tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, untuk segera melayangkan kembali panggilan kepada oknum Presdir PT. AALI, agar penyidikan perkara tidak terkesan berjalan di tempat, sehingga dengan begitu, pemenuhan asas contante justitie dalam proses perkara itu, dapat segera terwujud, “saya kira penyidik perkara ini dan pihak Kejati Sulteng, tentu senantiasa memerhatikan keberadaan asas yang cukup penting itu dalam proses peradilan itu, ”tegas Harun.
Menurutnya, kehadiran oknum Presdir PT. AALI untuk didengar keterangannya oleh tim penyidik, dalam penilaian Harun Nyak Itam, sungguh sangat urgen dan hal itu mutlak adanya, karena kepemilikan saham PT. AALI pada PT. RAS, diduga sangat dominan, sehingga dengan begitu PT. AALI merupakan Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada PT RAS, dimana berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), Nomor. 9 Tahun 2021 sangat menentukan arah dan kebijakan bisnis suatu perseroan dari pihak PSP-nya.
Selanjutnya menurut Harun Nyak Itam, jikalau memang terdapat hambatan dalam upaya menghadirkan oknum presdir dari induk perusahaan perkebunan sawit itu untuk dimintai keterangan oleh tim penyidik, maka sebaiknya pihak aparat penegak hukum yang lain, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan supervisi ataupun pihak Kejaksaan Agung melakukan back up, sehingga wibawa surat panggilan yang telah dilayangkan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah tidak terkesan “diremehkan” atau dipandang sebelah mata oleh oknum tersebut.
Terkait alasan sedang berada di luar negeri, saat oknum Presdir PT. AALI itu dipanggil tim penyidik untuk pertama kalinya, menurut Harun, sebaiknya pula tim penyidik melakukan konfirmasi dengan pihak Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memastikan kebenaran alasan yang disampaikan pihak oknum presdir tersebut melalui kuasa hukumnya kepada penyidik beberapa waktu lalu.
Menurut Harun lagi, jika sedang berada di luar negeri saat pemanggilan menghadap tim penyidik kelak menjadi alasan, maka kewenangan penyidik untuk memaksa oknum yang dipanggil secara patut, namun tetap tidak mengindahkan panggilan itu, maka tersedia cukup cara dan sarana untuk memaksanya hadir, diantaranya kewenangan untuk menerbitkan permintaan pencegahan keluar negeri melalui pihak imigrasi dan penerbitan surat panggilan susulan hingga tiga kali yang dapat dibarengi dengan upaya jemput paksa.
Pada bagian lain, Harun Nyak Itam memuji langkah dan upaya Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah yang berhasil mengendus modus operandi atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh group korporasi besar itu, sehingga menurutnya, apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya patut disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Bambang Hariyanto, S.H., M.H. bersama segenap aparat pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Sementara itu, sumber Inakor.id di Palu mengungkapkan, perkara yang sedang disidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah yang melibatkan PT. RAS, salah satu anak perusahaan PT. AALI, diduga modus kejahatannya memiliki kemiripan dengan perkara PT. Duta Palma Group yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Jika PT. RAS menurut sumber itu, diduga melakukan tindak pidana korupsi pada pengelolaan lahan perkebunan sawit pada Hak Guna Usaha PT. Perkebunan Nasional (PTPN) XIV, maka PT. Duta Palma melakukan penyerobotan hutan lindung.
Selain tindak pidana korupsi kedua kasus itu, juga berujung pada dugaan terjadinya TPPU yang diduga dana yang dihasilkan dari transaksi penjualan hasil Perkebunan sawit di Kabupaten Morowali Utara itu, kemudian dilakukan pencucian, sehingga dana yang dicuci itu berasal dari hasil suatu tindak pidana, yakni tindak pidana korupsi yang merupakan predicate crime atau tindak pidana asal yang menjadi anasir utama terjadinya TPPU.